TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Bisnis financial technology (fintech) atau pinjaman online (pinjol) terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Namun kemajuan tersebut terus ditempel ketat dengan kegiatan sejenis yang tidak terdaftar alias ilegal.
Pinjol ilegal terus marak meski pemerintah berusaha memberangusnya.
Baca juga: Banyak Perusahaan Fintech Belum Penuhi Kewajiban Ekuitas Minimum, Begini Kata OJK
Ada sejumlah hal yang meyebabkan pinjol ilegal terus marak dan seperti tak bisa diberantas.
Plt. Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kawakibi Tito menyebut masih banyaknya masyarakat yang belum mendapatkan akses pendanaan jadi salah satu penyebab.
Menurutnya, terdapat gap pendanaan yang besar mencapai Rp 1,65 triliun yang belum terlayani perbankan.
“Ditambah masih banyak masyarakat yang berada di daerah yang belum layak mendapatkan pendanaan dari perbankan dan fintech peer to peer lending. Dengan demikian, fintech ilegal masih sangat tumbuh,” ucapnya dikutip dari Kontan.co.id.
Tito mengungkapkan penyebab lain fintech ilegal masih marak, yakni rendahnya literasi masyarakat.
Dia menerangkan bisa jadi orang-orang yang tidak mendapatkan akses informasi dengan baik, mereka bisa saja tergiur mendapatkan pinjaman dari pinjol ilegal.
Adapun sebagian besar fintech ilegal menawarkan syarat yang mudah, tak ada jaminan, 2 menit cair, dan lainnya. Dia pun mengatakan hal itu yang seharusnya diwaspadai oleh masyarakat.
Penyebab lainnya, kata Tito, adanya fenomena orang gali lobang tutup lobang sehingga membuka celah atau keinginan meminjam di pinjol ilegal.
Baca juga: Mulai Dibatasi, Cari Dana Pinjol Maksimal dari 3 Platform, OJK: Biar Tak Gali Lubang Tutup Lubang
“Ditambah, minimnya melakukan pengecekan legalitas fintech tersebut. Selain itu, penghasilan nasabah yang tidak cukup membuat keinginan meminjam di fintech ilegal makin besar,” ujarnya.
Tito menerangkan penyebab lainnya, yakni kemudahan membuat aplikasi atau situs. Dia mengatakan tak jarang nama dari pinjol ilegal tersebut menunggangi nama dari fintech yang legal.
“Ketika sudah diblokir dapat menggunakan nama lain dengan pelaku yang sama atau menyerupai dengan yang legal,” ungkap Tito.